Masyarakat kerap
dihadapkan dengan pilihan antara obat paten atau generik. Kebimbangan ini
disebabkan oleh persepsi yang terbentuk dari berbagai informasi eksternal
terkait harga, merk, rekomendasi dokter, sampai dengan kondisi finansial dari
masyarakat itu sendiri.
Persepsi masyarakat
masih cenderung menganggap bahwa obat paten berkualitas lebih baik karena
harganya yang lebih mahal daripada obat generik. Karima dkk. (2024) memaparkan
bahwa masyarakat beranggapan harga obat berbanding lurus dengan kualitas obat
yang dimilikinya. Persepsi tersebut timbul karena beberapa alasan, di antaranya
adalah adanya rekomendasi dokter, kurangnya pengetahuan masyarakat terkait
perbedaan obat generik dan paten, serta perbedaan kondisi finansial yang
dimiliki oleh masyarakat. Persepsi tersebut juga diperkuat oleh sedikitnya
edukasi dari tenaga kesehatan terkait perbedaan obat paten dan generik.
Obat paten merupakan
obat yang masih memiliki hak eksklusif produksi oleh perusahaan penemu atau
pemegang patennya, yang ditandai dengan logo “®”. Hak ekslusif ini diberikan
sebab pengembangan obat tersebut melibatkan investasi riset dan pengembangan
yang besar dan serangkaian uji klinis. Masa berlaku hak ekslusif ini adalah 20
tahun dan tidak dapat diperpanjang. Selama masa berlakunya paten terhadap suatu
obat, perusahaan lain tidak diizinkan untuk melakukan produksi dan pengedaran
obat dengan kandungan zat aktif yang sama ataupun setara dengan obat paten
tersebut.
Perusahaan lain baru
dapat memproduksi obat dengan zat aktif yang sama dengan obat paten ketika masa
berlaku hak paten obat tersebut telah habis dengan melalui serangkaian uji
klinis ketat yang tersertifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta
dinyatakan setara dengan obat paten. Banyaknya perusahaan farmasi yang berusaha
untuk memproduksi obat tersebut ketika patennya habis menyebabkan harga obat
generik jauh lebih murah daripada obat paten, tetapi kualitasnya setara dengan
obat paten.
Oleh karena itu,
masyarakat tidak perlu ragu untuk memilih obat generik. Efektivitas obat tidak
diukur melalui harga jualnya, tetapi melalui informasi dosis, aturan pakai, dan
cara pemberian yang benar. Masyarakat juga dapat meminta alternatif obat
generik kepada dokter ketika mendapat resep obat paten. Edukasi berkelanjutan
dari fasilitas kesehatan sangat penting untuk dilaksanakan karena memegang
peran krusial dalam mengatasi kesenjangan pengetahuan dan persepsi terkait obat
paten dan generik.
Referensi
Karima, N., N.F. Zebua, Nerdy, V. Sofia & K. Dachi. (2024). Edukasi
obat generic dan obat paten untuk ibu-ibu pengajian Masjid Jamik Medan
Helvetia. Jurnal Pengabdian Masyarakat Tjut Nyak Dhien. 3(2): 70-77. DOI: 10.36490/jpmtnd.v3i2.1295
Muis, L.S. (2019). Hak atas aksesibilitas obat paten bagi masyarakat.
Pranata. 2(1): 36-64. DOI: 10.37631/widyapranata.v1i1.259
Puspita, N.A. & M.M. Rissa. (2023). Gambaran tingkat pengetahuan
masyarakat tentang obat generik, obat bermerk, dan obat paten. Jurnal Riset
Kefarmasian Indonesia. 5(1): 56-57. DOI: 10.33759/jrki.v5i1.339